Keguguran Berulang
Dr. Bayu Aji Nugroho, SpOG, MH
Abortus habitualis atau yang lebih dikenal sebagai keguguran berulang, menurut HIFERI-POGI (Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), diartikan sebagai keadaan dimana minimal terjadi dua kali hingga lebih keguguran secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin yang dikandung kurang dari 500 gram. Terdapat pula jenis lain keguguran berulang yaitu keguguran berulang sekunder, keadaan dimana janin yang meninggal di usia kehamilan >20 minggu dan terjadi secara berulang.
Sebanyak 12-15% kehamilan yang mengalami keguguran, angka kejadian abortus habitualis adalah 5% yang mengalami keguguran dua kali berturut-turut dan kurang dari 1% mengalami tiga atau lebih keguguran berulang. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2018 menyatakan bahwa, 92,9% penyebab abortus habitualis adalah idiopatik (belum dapat terungkap jelas).
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya ibu hamil mengalami keguguran kandungan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Perlu diperhatikan beberapa berikut faktor yang bisa jadi meningkatkan kemungkinan terjadinya keguguran berulang adalah:
Usia (paling tinggi terjadi pada rentang usia lebih dari 40 tahun [34-52%])
Kelainan uterus
Stress
Pekerjaan atau paparan lingkungan
Endometritis kronis
Merokok
Obesitas
Kafein
Alkohol
Beberapa keadaan yang juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran berulang adalah:
Kelainan kromosom (faktor genetik)
Kelainan anatomi uterus
Kelainan imunologi
Disfungsi endometrium
Defek fase luteal berupa faktor endokrin eksternal, antibodi antitiroid hormon, sintesi LH yang tinggi.
Penegakan diagnosis yang dapat dilakukan dokter untuk mengetahui apakah kehamilan tersebut terjadi secara normal atau justru mengalami abortus adalah sebagi berikut:
Anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui di usia kehamilan yag keberapa pasien mengalami keguguran dan apakah pasien pernah melakukan pengecekan kadar hormon hCG serta pemeriksaan USG. Perlu dicari tahu pula bagaimana riwayat kondisi pasien sebelumnya, riwayat pengobatan, hingga riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui adakah faktor risiko penyebebab terjadiya keguguran.
Pemeriksaan fisik
Penilaian alat genitalia (vagina, serviks, uterus)
USG transvaginal
Pemeriksaan hormon hCG
Kualitatif/kuantitatif
Pemeriksaan penunjang (Analisis kromosom). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui adakah kelainan kromosom yang terjadi sehingga dapat menekan kemungkinan kejadian keguguran berulang. Dapat menggunakan darah orang tua janin (ayah dan ibu), atau jaringan abortus (janin yang telah wafat) bila keguguran baru saja terjadi.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya keguguran berulang agar tidak terjadi:
Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dengan ketentuan sebagai berikut:
Minimal 1x pada trimester pertama
Minimal 1x pada trimester kedua
Minimal 2x pada trimester ketiga
Serta mendapatkan standar pelayanan ANC, yaitu:
Penimbangan BB dan TB
Pengukuran TD
Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Pengukuran tinggi puncak rahim
Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi
Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin
Pelaksanaan konseling
Pelayanan tes laboratorium sederhana (minimal tes Hb, protein urin, golongan darah)
Tatalaksana penemuan kasus
Daftar Pustaka
Akbar, M.I.A., Tjokroprawiro, B.A., & Hendarto, H. (2020). Ginekologi Praktis Komprehensif. Airlangga University Press.
Alfansury, M., & Trisetiyono, Y. (2018). Karakteristik Keguguran Berulang Di Rsup Dr.Kariadi Semarang. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro).
Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta.
Nurita, R., & Anwar, R. (2021). Tatalaksana Kehamilan G5P1A3 Gravida 10–11 Minggu dengan Riwayat Keguguran Berulang. Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science. https://doi.org/10.24198/obgynia.v4.n1.238